Imam Muslim Sejarah Singkat Imam Muslim Imam Muslim dilahirkan di
Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam
Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an
Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam
sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr,
artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di
Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi
pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun.
Seperti halnyaBaghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara
(kota kelahiran Imam Bukhari) sebagaisalah satu kota ilmu dan pusat
peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama
besar. Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang
luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari
hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya
kurang dari lima belas tahun. Beruntung,beliau dianugerahi kelebihan
berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalanbutkan periwayatan
hadits. Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan
bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan . Ketika berusia
sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli
hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai
menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari
gurunya yang salah menyenegara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin
bagi dirinya untuk mencarisilsilah dan urutan yang benar sebuah
hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak
bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits
kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan
Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran
dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin
Hanbaldan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id
bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr
bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya. Bagi
Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau
berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits.
Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Ketika
Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya
untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu,
ImamBukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits
ketimbang dirinya. Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara
Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini
kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az
Zihli. Yang lebihmenyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke
masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan
hadits-hadits Nabi SAW. Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun
kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari
Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau
lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan
lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits
yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya
tetap mengakui mereka sebagai gurunya. Imam Muslim yaC Shahih
Muslim,berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan
pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara
menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat
dalam karya Muslim tersebut bng dikenal sangat tawadhu' dan wara'
dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut
Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits padaUniversitas Damaskus,
Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim.rjumlah
4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah
hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring
dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring
hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan
prinsip-prinsip ilmujarh, dan ta'dil, yakni suatu ilmu yang digunakan
untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan
sighatat tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti
haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada
kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan
kepada kami), dan qaalaa (ia berkata). Imam Muslim menjadi orang kedua
terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan
seleksinya) setelah Imam Bukhari. "Di dunia ini orang yang benar-benar
ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya
adalah Imam Muslim," komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh.
Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang
hidup di masa Abu Quraisy. Reputasinya mengikuti gurunya Imam Bukhari
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits,
nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju'fy atau lebih dikenal
dengan nama Imam Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa
kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya
ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah
al-Qur'an. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat
berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah,syariah dan tasawwuf
dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad
ash-Shahih, atau al-Jami' ash-Shahih, selain menempati urutan kedua
setelahShahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia
Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi
kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa. Pengembaraan (rihlah)
dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting
bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220
H),Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali
bertemu dengan Qa'nabi danyang lainnya, ketika menuju kota Makkah
dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius,
barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah
lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir. Waktu yang
cukup lama dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya
ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa."Biarkan aku mencium
kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits," pintanya, ketika di
sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Disamping itu, Imam Muslim
memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana al-Bukhari
yang memiliki kehalusan budi bahasa,Imam Muslim juga memiliki
reputasi, yang kemudian populernamanya — sebagaimana disebut oleh
Adz-Dzahabi — dengan sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim
menegaskan, "Muslim adalah tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan
salah seorang pemuka (Imam)." Senada pula, ungkapan ahli hadits dan
fuqaha'besar, Imam An-Nawawi, "Para ulama sepakat atas kebesarannya,
keimanan, ketinggian martabat, kecerdasandan kepeloporannya dalam
duniahadits." Kitab Shahih Muslim Imam Muslim memiliki jumlah karya
yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah
karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya,
kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam
Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau
bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satupokok
bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba'at
dan syawahid. Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan
kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih
hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karenabeliau
meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan
menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara
al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada
setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang
shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau
menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari.
Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada
setingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai
bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul ketimbang kitabnya al-Bukhari.
Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur'ah,salah
seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah
catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian
mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena
Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yanghanya
berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits
yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim
terasa sangat populis. Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi,
kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits. Metode penghitungan ini tidak
didasarkan pada sistem isnad sebagaimana dilakukan ahli hadits, namun
beliau mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya jika didasarkan
isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda. Antara al-Bukhari dan Muslim
Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa 'Adzami dalam
bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil
keuntungan dari Shahih Bukhari,kemudian menyusun karyanya sendiri,
yang tentu saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari.
Antara al-Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan
dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki
keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan
gelar sebagai as-Shahihain. Sebenarnya para ulama berbeda pendapat
mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari.
Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul,
sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan
Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah
sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika
penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih
Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian
bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid
dalam hadits Mu'an'an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung.
Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya
kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis. Al-Bukhari mentakhrij
hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi
hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi
derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim,
lebihbanyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu
kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyakdibanding
kepada al-Bukhari. Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan
Shahih Muslim beralasan — sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar —, bahwa
Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya,
karenamenyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber di
masakehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan
dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah
alasan lainnya. Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih
shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya
keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada
keshahihan hadits dalam Shahih Muslim. Karya-karya Imam Muslim Imam
Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: 1)
Al-Asma' wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi
Juludis Siba', 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8.) At-Tamyiz, 9)
Al-Jami', 10) HaditsAmr bin Syu'aib, 11) Rijalul 'Urwah, 12)Sawalatuh
Ahmad binHanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I'lal,15) Al-Mukhadhramin, 16)
Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu'bah,
19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.
Kitab-kitab nomor 6, 20, dan 21 telah dicetak, sementara nomor 1, 11,
dan 13 masih dalam bentuk manuskrip. Sedangkan karyanya yang
monumental adalah Shahih dari judul singkatnya, yang sebenarnya
berjudul, Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas Sunan, bin-Naqli
al-'Adl 'anil 'Adl 'an Rasulillah. Wafatnya Imam Muslim Imam Muslim
wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Semoga Allah SWT
merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya
ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.
sumberhttp://alhadits.com/?page_id=26
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Kitab Bad'i al-Khalq
dalam sahihnya, beliau berkata; حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ
لَوْ أَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتُرَوْنَ أَنِّي
لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ إِنِّي أُكَلِّمُهُفِي السِّرِّ
دُونَ أَنْ أَفْتَحَ بَابًا لَا أَكُونُ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ وَلَا
أَقُولُ لِرَجُلٍ أَنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا إِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ
بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالُوا وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُقَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ
يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ
فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ
الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ
فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
رَوَاهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ Ali menuturkan kepada
kami, Sufyan menuturkan kepada kamidari al-A'masy dari Abu Wa'il dia
berkata;ada orang yang berkata kepada Usamah , "Seandainya saja engkau
mau mendatangi si fulan dan berbicara menasihatinya." Maka dia
menjawab, "Apakah menurut kalian aku tidak berbicara dengannya
melainkan aku harus menceritakannya kepada kalian. Aku sudah
menasihatinya secara rahasia. Aku tidak ingin membuka pintu yang
menjadikan aku sebagai orang pertama yang membuka pintu fitnah itu
-menasihati penguasa dengan terang-terangan-. Aku pun tidak akan
mengatakan kepada seseorang sebagai orang yang terbaik -walaupun dia
adalah pemimpinku- setelah akumendengar sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam ." Mereka bertanya, "Apa yang kamu dengar dari
beliau itu?" . Dia menjawab; Aku mendengar beliau bersabda, "Akan
didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat kemudian dia dilemparkan
ke dalam neraka dan terburailah isi perutnya di neraka sebagaimana
seekor keledai yang berputar mengelilingi penggilingan .
Makaberkumpullah para penduduk neraka di sekitarnya. Mereka bertanya,
"Wahai fulan, apa yangterjadi padamu, bukankah dahulu kamu
memerintahkan yang ma'ruf kepada kami dan melarang kami dari
kemungkaran?". Lelaki itu menjawab, " Dahulu aku memerintahkan kalian
mengerjakan yang ma'ruf sedangkan aku tidak melakukannya. Dan aku
melarang kalian dari kemungkaran namun aku justru melakukannya ."
Hadits ini diriwayatkan oleh Ghundar dari Syu'bah dari al-A'masy ( HR.
Bukhari [3027] , disebutkan pulaoleh Bukhari dalam Kitab al-Fitan
[6569] as-Syamilah). Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, "Orang
alim adalahorang yang merasa takut kepadaAr Rahman walaupun dia tidak
menyaksikan-Nya, ia sangat menginginkan apa yang Allah iming-imingkan
kepada dirinya, dan ia bersikap zuhud terhadap sesuatu yang akan
membuat murka Allah." Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallahu'anhuma bahwa hakikat orang yang benar-benar mengenal Ar
Rahman (Allah) adalah : [1] orang yang tidak mempersekutukan apapun
dengan Allah, [2] menghalalkan sesuatu yang dihalalkan-Nya, [3]
mengharamkan sesuatu yang diharamkan-Nya, [4] senantiasa menjaga
pesan/wasiat-Nya, dan [5] meyakini dirinya pasti akan berjumpa
dengan-Nya serta amalnya akan dihisab ( Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim ,
6/349). Sufyan Ats Tsauri menukil dari Abu Hayyan At Tamimi ucapan
seorang lelaki, "Dahulu dikatakan bahwa ulama itu ada tiga macam; [1]
Orang yang alim terhadap Allah dan alim tentang aturan Allah, [2]
Orang yang alimtentang Allah namun tidak alim tentang aturan Allah,
[3] Orang yang alim tentang aturan Allah namun tidak alim terhadap
Allah. Orang yang alim terhadap Allah dan alim tentang aturan Allah
adalah orang yang takut kepada Allah serta mengetahui batasan-batasan
dan kewajiban-kewajiban. Sedangkan Orang yang alim tentang Allah namun
tidak alim tentang aturan Allah adalah orang yang takut kepada Allah
namun tidak mengerti seluk beluk batasan-batasan dan
kewajiban-kewajiban. Adapun Orang yang alim tentang aturan Allah namun
tidak alim terhadapAllah adalah orang yang mengerti seluk beluk
batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban namun tidak merasa takut
kepada Allah 'azza wa jalla." ( Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim , 6/350).
Syaikh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah mengatakan, " Amal adalah
buah dari ilmu . Ilmuitu ada dalam rangka mencapai sesuatu yang
lainnya. Ilmu diibaratkan seperti sebuah pohon, sedangkan amalan
adalah seperti buahnya. Maka setelah mengetahui ajaran agama Islam
seseorang harus menyertainya dengan amalan. Sebab orang yang berilmu
akan tetapi tidak beramal dengannya lebih jelek keadaannya daripada
orang bodoh . Di dalam hadits disebutkan, "Orang yang paling keras
siksanya adalah seorang berilmu dan tidak diberi manfaat oleh Allah
dengan sebabilmunya" . Orang semacam inilah yang termasuk satu di
antara tiga orang yang dijadikan sebagai bahan bakar pertama-tama
nyala api neraka. Di dalam sebuah sya'ir dikatakan, Orang alim yang
tidak mau Mengamalkan ilmunya Mereka akan disiksa sebelum Disiksanya
para penyembah berhala ( Hasyiyah Tsalatsatul Ushul , hal. 12) Syaikh
Abdullah bin Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata, "Hendaknya
diingat bahwa seseorang yang tidak beramal dengan ilmunya maka ilmunya
itu kelak akan menjadi bukti yang menjatuhkannya . Hal ini sebagaimana
terdapat dalam hadits Abu Barzah radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Kedua telapak kaki
seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia akan
ditanya tentang empat perkara, diantaranya adalah tentang ilmunya, apa
yang sudah diamalkannya " ( HR. Tirmidzi 2341). Hal ini bukan berlaku
bagi para ulama saja, sebagaimana anggapan sebagianorang. Akan tetapi
semua orang yang mengetahui suatu perkara agama maka itu berarti telah
tegak padanya hujjah. Apabila seseorang memperoleh suatu pelajaran
dari sebuah pengajian atau khutbah Jum'at yang di dalamnya dia
mendapatkan peringatan dari suatu kemaksiatan yang dikerjakannya
sehingga dia pun mengetahui bahwa kemaksiatanyang dilakukannya itu
adalah haram maka ini juga ilmu. Sehingga hujjah juga sudah tegak
dengan apa yang didengarnya tersebut. Dan terdapat hadits yang sah
dari Abu Musa Al Asy'ari radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Al Qur'an itu adalah hujjah
bagimu atau hujjah untukmenjatuhkan dirimu" ( HR. Muslim )" ( Hushulul
Ma'mul , hal. 18) Allahumma na'udzu bika min 'ilmin laa yanfa'
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Artikel www.muslim.or.id
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata: جاء الفقراء إلى
النبي فقالوا: يا رسول الله، ذهب أهل الدثور من الأموال بالدرجارت العلا
والنعيم المقيم، يصلون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ولهم فضل من
أمواليحجون بها ويعتمرون ويجاهدون ويتصدقون، وليست لنا أموال…وفي رواية
مسلم: فقال رسول الله في آخر الحديث: "ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء" (متفق
عليه). " Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam ) pernah datang menemui beliau shallallahu 'alaihi
wa sallam , lalu mereka berkata: "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam , orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa
mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta'ala ) dan
kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat
seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami
berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan
untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami
tidak memiliki harta… ". Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits
ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, " Itu adalah
kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya " 1 . — Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya
keutamaan orang kaya yang memanfaatkan kekayaannya untuk meraih takwa
kepada Allah Ta'ala , dengan menginfakkan hartanya di jalan yang
diridhai-Nya. Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani berkata, "Dalam hadits ini
(terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang
menunaikan hak-hak (Allah Ta'ala ) pada (harta) kekayaannya
dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti
yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang
kaya" 2 . Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini: -
Mensyukuri nikmat harta yang Allah Ta'ala berikan kepada kita adalah
dengan mengakui dan meyakini dalam hati bahwa nikmat tersebut dari
Allah Ta'ala semata, menyebut-nyebut dan menampakkan nikmat tersebut
secara lahir, serta menggunakannya di jalan yang diridhai-Nya 3 . -
Allah Ta'ala memuji orang-orang yang memiliki harta tapi tidak membuat
mereka lalai darimengingat Allah Ta'ala dan beribadah kepada-Nya,
dalam firman-Nya, {رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ
ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ
يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ} " L aki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka
takutpada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang " (QS an-Nuur:37). Imam Ibnu Katsir berkata, "Mereka
adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikanoleh harta benda
dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan
meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb
mereka (Allah Ta'ala ) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki
kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui
(meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Ta'ala adalah lebih
baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka,
karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan
balasan di sisi Allah adalah kekal abadi" 4 . - Imam al-Qurthubi
berkata, "Dianjurkan bagi seorang pedagang (pengusaha) untuk tidak
disibukkan/dilalaikan dengan perniagaan (usaha)nya dari menunaikan
kewajiban-kewajibannya, maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya
dia (segera) meninggalkan perniagaannya (untuk menunaikan shalat),
agar dia termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji Allah
Ta'ala ) dalam ayat (di atas) ini" 5 . - Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi
berkata, "Dunia (harta) tidaklah dilarang (dicela) pada zatnya, tapi
karena (dikhawatirkan) harta itu menghalangi (manusia)untuk mencapai
(ridha) Allah Ta'ala , sebagaimana kemiskinan tidaklah dituntut
(dipuji) pada zatnya, tapi karena kemiskinan itu (umumnya) tidak
menghalangi dan menyibukkan (manusia) dari (beribadah kepada) Allah.
Barapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak menyibukkannya dari
(beribadah kepada) Allah Ta'ala , seperti Nabi Sulaiman ' alaihis
salam , demikian pula (sahabat Nabi Ta'ala ) 'Utsman (bin 'Affan)
radhiyallahu 'anhu dan 'Abdur Rahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu . Dan
berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya
dari beribadah kepada Allah dan memalingkannya dari kecintaan serta
kedekatan kepada-Nya…" 6 . - Penting untuk diingatkan di sini bahwa
mencintai harta dan kedudukan dunia secara berlebihan merupakan fitnah
yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam jurang kebinasaan,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, « إِنَّ
لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ » "
Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang
merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta ".
Maksudnya: menyibukkan diri dengan harta secara berlebihan adalah
fitnah (yang merusak agama seseorang) karena harta dapat melalaikan
pikiran manusia dari melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta'ala dan
membuatnya lupa kepada akhirat, sebagaimana firman-Nya: {إِنَّمَا
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ
عَظِيمٌ} " Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar " (QS
at-Tagaabun:15) 7 . وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه
أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين Kota Kendari, 28 Muharram
1432H — Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA Artikel
www.muslim.or.id
Pada sebuah kesempatan, seorang remaja bertanya kepadaSyaikh Abdul
Aziz Bin Baaz - rahimahullah -, "Saya seorang remaja muslimah. Ayah
saya adalah orang yang tidak menjalankan kewajiban-kewajiban agama
yang telah ditetapkan Allah. Ia pun melakukan perbuatan-perbuatandosa
besar, semisal durhaka kepada orang tuanya, menelantarkan
anak-anaknya, tidak peduli dan sama sekali tidak memiliki perhatian
terhadap dengan rumah tangganya. Ia pun sering menghina saya dihadapan
orang-orang, di hadapan kerabatdekat, kerabat jauh, orang terpandang,
maupun di hadapan orang biasa. Jika berbicara dengan saya, ia
menggunakan kata-kata yang paling kotor. Ia pun tidak memenuhi hak-hak
saya, baik dalam hal sandang ataupun pangan. Ia pun selalu berusaha
menjatuhkan image saya di hadapan orang. Apakah saya boleh membalasnya
dengankata-kata hinaan? Ataukah saya cukup diam saja dan tidak
membalas sedikitpun? Perlu diketahui, bahwa sikap dan perlakuannya
terhadap orang lain pun sama buruknya sebagaimana ia memperlakukan
anak dan istrinya" Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz - rahimahullah -
menjawab: "Allah Jalla Wa 'Alaa berfirman dalam AlQur'an Al Karim,
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ * وَإِن جَاهَدَاكَ
عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا " Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu,maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik " (QS. Luqman: 14-15)
Yang dibahas dalam ayat ini, kedua orang tua musyrik yang
memerintahkan anaknya untuk berbuat musyrik. Namun Allah Ta'ala
berfirman: وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا " Dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik " Sekali lagi, kedua orang tua ini
adalah orang musyrik yang memerintahkan anaknya untuk berbuat musyrik.
Maka hendaknya anda bersabar, berbicaralah dengan orang tua anda
dengan perkataan yang baik, doakan ia agar mendapat hidayah. Semisal
anda mengatakan kepadanya ' Hadaakallah ' (Semoga Allah memberimu
hidayah), atau ' Afaakallah ' (Semoga Allah memberimu kebaikan lahir
batin), atau ' Waffaqakallah ' (Semoga Allah memberimu taufiq). Karena
nyatanya ia bersikap demikian kepada anda dan juga kepada orang lain.
Maka sudah semestinya anda bersabar dan tidak menghadapi ujian ini
kecuali dengan kesabaran. Bertutur-katalah sesuai dengan yang
diperintahkan Allah Ta'ala : وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
" Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik " Andaikan ia tidak
menunaikan shalat, maka ia diperlakukan sama seperti orang tua yang
musyrik, yaitu sebagaimana firman Allah Ta'ala tersebut. Bimbing dan
tuntunlah ia ke jalan hidayah, dengan doa anda. Berdoalah kepada Allah
di waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa . Mintalah agar Allah
melimpahkan hidayah kepadanya, melindunginya dari godaan setan,
memberinya rahmat, agar ia luluh terhadap anak-anaknya, agar ia diberi
taufiq untuk berbakti kepada orang tua dan doa yang lainnya. Wajib
bagi anda untuk bersabar dan memperlakukannya dengan baik serta
mendoakan agar ia mendapatkan hidayah. Hendaknya anda juga
mengusahakan cara-cara yang bisa menjadi sebab datangnya hidayah,
misalnya dengan berbicara baik-baik kepada orang tuanya, menyarankan
mereka untuk menasehati anaknya. Atau menyarankan teman dan kerabat
baiknya untuk menasehatinya, atau cara-cara baik yang lain.
SemogaAllah membalas kebaikan anda dan memberikan hasil yang baikbagi
anda." Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/19867 — Penerjemah: Yulian
Purnama Artikel Muslim.Or.Id