Jumat, 06 Mei 2011

: Makna Dekatnya Allah

--------


MAKNA DEKATNYA ALLAH (PADA SURAT QAAF : 16 DAN AL-WAQIAH: 85)
________________________________________________________________________
Melanjutkan syubhat ahlu takwil yang menuduh ahlu sunnah juga
melakukan takwil, kali ini dibahas ayat surat Qaff : 16 dan
Al-Waqi'ah. Juga ayat Al-Qamar : 14 dan ayat Thaha : 39. Disarikandari
Al-Qawai'id Al-Mutsla oleh Ahmas Faiz Asifuddin
________________________________________________________________________
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ
حَبْلِ الْوَرِيدِ Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya. [Qaff : 16] 2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ Dan Kami lebih dekat kepadanya dari kamu.
[Al-Waqi'ah : 85] Ahlul takwil melancarkan sybuhat berupa tuduhan
kepada Ahlus Sunnah bahwa merekapun telah melakukan takwil terhadapdua
ayat di atas, yaitu ketika menafsirkan kata-kata "lebih dekat" yang
dimaknai "lebih dekatnya malaikat". Jawaban terhadap syubhat itu ialah
: "Bahwa penafsiran kata-kata " Kami lebih dekat" pada dua ayat diatas
dengan "dekatnya malaikat" bukanlah takwil, bukan menyelewengkan
perkataan dari makna dhahirnya.Dan hal ini akan jelas bagi orang yang
merenungkannya. Penjelasannya sebagai berikut. 1. Tentang Ayat Pertama
: Sesungguhnya kata-kata "Kami lebih dekat" pada ayat itu
terkaitdengan sesuatu yang membuktikan bahwa maksudnya adalah
"malaikat yang lebih dekat" karena ayat tersebut berlanjut. وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَاتُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى
الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا
يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ Dan Kami lebih
dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang
Malaikat mencatat amal perbuatannya. Seorang duduk disebelah kanan dan
yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yangdiucapkan
melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir. [Qaf :
16-18] Maka firman Allah : إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ (Yaitu
ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya), terdapat dalil
bahwa yang dimaksud "lebih dekat" adalah dekatnya dua orang Malaikat
yang mencatat amal perbuatannya. 2. Tentang Ayat Kedua : Kata-kata
"lebih dekat" pada ayat ini berkaitan dengan keadaan seseorang yang
tengah menghadapi sakaratul maut. Ketika seorang sedang menghadapi
sakaratul maut, maka yang datang untuk mencabut nyawanya adalah
malaikat, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. حَتَّىٰ إِذَا
جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا
يُفَرِّطُونَ Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di
antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat (utusan) Kami, dan
malaikat-malaikat itu tidak melalaikan kewajibannya. [Al-An'am : 61]
Kemudian pada ayat Al-Waqi'ah :85, lengkapnya berbunyi. وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُبْصِرُونَ Dan Kami lebih
dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat. [Al-Waqi'ah
: 85] Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, لَّا تُبْصِرُونَ (kamu tidak
melihat) pada ayat itu menyatakan dalil sangat jelas bahwa yang tidak
kamu (manusia-pent) lihat adalah para malaikat. Sebab ayat diatas
menunjukkan bahwa pencabut nyawa berada sangat dekat dengan manusia,
dalam arti ia berada di tempat manusia itu berada, namun manusia tidak
dapat melihatnya. Dengan demikian, yang dekat dan berada di tempat
manusia (yang sedang sakaratul maut untuk dicabut nyawanya) tidak lain
adalah malaikat. Sebab adalah mustahil jika Allah Subhanahu wa Ta'ala
sendiri yang berada di situ. Maka jelaslah bahwa yang dimaksud "lebih
dekat" adalah dekatnya Malaikat. Tinggal sekarang permasalahannya,
yaitu kalau yang dimaksud adalah dekatnya malaikat, mengapa kata-kata
"dekat" kemudian disandarkan kepada Allah, yakni : "Kami lebih dekat
kepadanya". Adakah contoh ungkapan lain dalam Al-Qur'an yang
menandaskan bahwa sesuatu disandarkan kepada Allah, tetapi maksudnya
adalah malaikat? Jawaban Pertanyaan Pertama. Karena malaikat itu
merupakan tentara dan utusan Allah. Dan dekatnya mereka kepada manusia
hanyalah karena perintah Allah. Sehingga ketika mereka dekat dengan
manusia, maka diakuinya kedekatan itu sebagai kedekatan Allah kepada
manusia. Jawaban Pertanyaan Kedua. Memang ada contoh ungkapan lain
dalam Al-Qur'an yang menandaskan bahwa sesuatu disandarkan kepada
Allah tetapi maksudnya adalah malaikat. Misalnya firman Allah
Subhanahuwa Ta'ala. فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
[Al-Qiyamah : 18] Disini Allah mengatakan : "Bila Kami (Allah) telah
selesai membacakannya". Sedangkan yang dimaksud adalah : "Bila
malaikat Jibril telah selesai membacakan Al-Qur'an kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam". Sekalipun diakuinya bacaan itu sebagai
bacaan yang disandarkan kepada Allah dengan firmanNya : Apabila
Kami(Allah) telah selesai membacakannya" . Mengapa ? Sebab ketika
Jibril membacakan Al-Qur'an kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, hanyalah semata-mata karena perintah Allah. Dengan
demikian,boleh saja jika kemudian Allah mengklaim bahwa bacaan Jibril
tersebut sebagai bacaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Begitu pula misal
yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. فَلَمَّا ذَهَبَ
عَنْ إِبْرَاهِيمَ الرَّوْعُ وَجَاءَتْهُ الْبُشْرَىٰ يُجَادِلُنَا فِي
قَوْمِ لُوطٍ Maka tatkala rasa takut telah hilang dari Ibrahim dan
berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal-jawab dengan
Kami tentang kaum Luth. [Hud : 74] Kata-kata : يُجَادِلُنَا (bersoal
jawab dengan Kami/Allah) maksudnya adalah bersoal jawabdengan para
malaikat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang diutusuntuk menemui Ibrahim
Kesimpulan: Dua ayat dalam surat Qaaf 16 dan surat Al-Waqi'ah : 85 di
mana Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan bahwa "Kami (Allah)lebih
dekat", maksudnya adalah "malaikat lebih dekat" karena dekatnya
malaikat merupakan perintah Allah. Dan penafsiran inibukan takwil
terhadap ayat-ayat sifat dan bukan pula pengalihan makna dari makna
dzahirnya, berdasarkan penjelasan yang sudah dikemukakan di muka.
Alhamdulillah. Sementara itu syubhat lain yang dituduhkan oleh ahlu
takwil bahwa Ahlus Sunnah juga melakukan takwil, adalah berkenan
dengan firman Allah tentang perahunya Nabi Nuh Alaihissallam pada
surat al-Qamar. تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا Yang (perahu itu) berlayar
dengan pengawasan mata Kami. [Al-Qamar : 14] Dan berkenaan dengan
firman Allah kepada Musa dalam surat Thaha. وَلِتُصْنَعَ عَلَىٰ
عَيْنِي Dan supaya engkau (Musa) diasuh dibawah pengawasan mata-Ku.
[Thaha : 39] Ahlu takwil menuduh bahwa Ahlus Sunnah pun melakukan
takwil ketika menafsirkan keduaayat tersebut di atas. Tuduhan ahlu
takwil bahwa Ahlus Sunnah melakukan takwil pada ayat diatas, jelas
tidak benar. Keterangannya adalah sebagai berikut : Bahwa dua ayat
diatas diartikan dibawah/dengan pengawasan mata Allah adalah
pengertian/penafsiran yang benar yang sesuai dengan dhahirnya ayat dan
sesuai dengan hakikatnya. Tetapi yang perlu dijelaskan ialah tentang
maksud dhahir danhakikat ayat di atas. Apakah yang dimaksud dengan
dhahir dan hakikat ayat di atas lantas dikatakan bahwa perahunya Nabi
Nuh berlayar di dalam mata Allah dan bahwa Musa diasuh diletakkan di
atas mata Allah? (sebab pada kasus perahu Nabi Nuh, ayatnya berbunyi
بِأَعْيُنِنَا bi'a'yunina dengan ba', sedangkan pada kasus Nabi Musa,
ayatnya berbunyi : 'ala 'ainiy عَلَىٰ عَيْنِي dengan 'ala عَلَىٰ.
Jelas jika itu yang dimaksudkan dengan dhahir dan hakikat ayat, maka
tidak ragu lagi bahwa pemahaman itu adalah pemahaman yang batil,
berdasarkan beberapa alasa berikut. 1 Bahwa pemahaman tentang
dhahirnya ayat seperti pemahaman di atas adalah pemahaman yang tidak
sesuai dengan tuntutan pembicaraan bahasa Arab. Padahal Al-Qur'an
turun dengan berbahasa Arab. Allah berfirman. إِنَّا أَنزَلْنَاهُ
قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ Sesungguhnya Kami
menurukannya sebagai Al-Qur'an(bacaan) yang berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya. [Yusuf : 2] وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ
نَزَلَبِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ
الْمُنذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ Al-Qur'an itu dibawa turun
oleh Ar-Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan
dengan bahasa Arab yang jelas. [Asy-Syu'araa : 192-195] Ketika ada
seorang berbicara dalam bahasa Arab : بعين (bi'aini, dengan huruf
ba'), tidak seorangpun yang memahami bahwa Fulan berjalan di dalam
matanya. Tetapi yang dipahaminya ialah Fulan berjalandi bawah
pengawasan (mata)nya. Begitu pula ketika ada seseorang yang berbicara
dalam bahasa Arab : عل عين ('ala 'aini, dengan 'ala), juga tidak ada
seorangpun yang memahami bahwa Fulan telah lulus dalam keadaan ia naik
di atas mata orang yang berbicara. Tetapi yang dipahaminya ialah bahwa
Fulan telah lulus si bawahpengawasan (mata)nya. Jika ada orang yang
nekad bahwa pemahamannya terhadap dhahir suatu perkataan adalah
seperti pemahaman di atas, maka tentu akan ditertawakan oleh
orang-orang bodoh sekalipun. Apalagi oleh orang-orang yang berakal. 2.
Bahwa pemahaman terhadap dhahirnya ayat dengan pemahaman seperti di
atas, adalah sangat mustahil. Tidak mungkin orang yang betul-betul
memahami Allah dan mengerti ke Maha Luhuran Allah, mempunyai pemahaman
demikian, sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala bersemayam di atas Arsy,
beradatinggi di atas segenap makhluk-Nya. Tidak ada sesuatupun di
antara makhluk-Nya yang menempel pada Allah dan tidak pula Allah
menempati sesuatupun di antara makhluk-Nya. Maha Suci Allah dari
semuanya itu. Nah, jika pemahaman terhadap dhahirnya ayat tidak
demikian, maka menjadi jelaslah bahwa pemahaman terhadap dhahirnya
ayat adalah bahwa perahunya Nabi Nuh berlayar, sedangkan mata Allah
senantiasa mengawasi dan memeliharanya. Begitu pula Nabi Musa. Beliau
diasuh sedangkan mata Allah selalu melihat, mengawasi dan
memeliharanya. Dengan demikian pemahaman dhahir terhadap nash di atas
seperti pemahaman yang pertama jelas batil. Dan pemahaman yang benar
adalah pemahaman yang kedua. Dan itutidak berarti mengalihkan
perkataan dari makna yang sesuai dengan dhahirnya. Maka terbantahlah
sudah syubhat ahlu bid'ah yang menuduh Ahlus Sunnah juga telah
melakukan takwil. Syubhat yang dilancarkandalam rangka membenarkan
tindakan batil mereka. Alhamdulillah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 03/Tahun IV/1420H/1999M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 08121533647, 08157579296]

0 Responses to “: Makna Dekatnya Allah”

Posting Komentar

Subscription