Sabtu, 07 Mei 2011

BUNGA BANK

BUNGA BANK Dr. Yusuf Qardhawi
PERTANYAAN Saya seorang pegawai golongan menengah, sebagian
penghasilansaya tabungkan dan saya mendapatkan bunga. Apakah
dibenarkansaya mengambil bunga itu? Karena saya tahu Syekh
Syaltutmemperbolehkan mengambil bunga ini. Saya pernah bertanya kepada
sebagian ulama, di antara merekaada yang memperbolehkannya dan ada
yang melarangnya. Perlusaya sampaikan pula bahwa saya biasanya
mengeluarkan zakatuang saya, tetapi bunga bank yang saya peroleh
melebihizakat yang saya keluarkan. Jika bunga uang itu tidak boleh
saya ambil, maka apakah yangharus saya lakukan? JAWABAN Sesungguhnya
bunga yang diambil oleh penabung di bank adalahriba yang diharamkan,
karena riba adalah semua tambahan yangdisyaratkan atas pokok harta.
Artinya, apa yang diambilseseorang tanpa melalui usaha
perdagangan dan tanpaberpayah-payah sebagai tambahan atas pokok
hartanya, makayang demikian itu termasuk riba. Dalam hal ini
Allahberfirman:  "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya." (Antara lain Baqarah: 278-279) Yang dimaksud
dengan tobat di sini ialah seseorang tetappada pokok hartanya,
dan berprinsip bahwa tambahan yangtimbul darinya adalah riba.
Bunga-bunga sebagai tambahanatas pokok harta yang diperoleh tanpa
melalui persekutuanatas perkongsian, mudharakah, atau bentuk-bentuk
persekutuandagang lainnnya, adalah riba yang diharamkan. Sedangkan
gurusaya Syekh Syaltut sepengetahuan saya tidak
pernahmemperbolehkan bunga riba, hanya beliau pernah
mengatakan:"Bila keadaan darurat --baik darurat individu maupun
daruratijtima'iyah-- maka bolehlah dipungut bunga itu." Dalam halini
beliau memperluas makna darurat melebihi yangsemestinya,
dan perluasan beliau ini tidak saya setujui.Yang pernah beliau
fatwakan juga ialah menabung di banksebagai sesuatu yang lain
dari bunga bank. Namun, saya tetaptidak setuju dengan pendapat ini.
Islam tidak memperbolehkan seseorang menaruh pokok hartanyadengan
hanya mengambil keuntungan. Apabila dia melakukanperkongsian, dia
wajib memperoleh keuntungan begitupunkerugiannya. Kalau
keuntungannya sedikit, maka dia berbagikeuntungan sedikit, demikian
juga jika memperoleh keuntunganyang banyak. Dan jika tidak mendapatkan
keuntungan, dia jugaharus menanggung kerugiannya.Inilah makna
persekutuan yangsama-sama memikul tanggung jawab. Perbandingan
perolehan keuntungan yang tidak wajar antarapemilik modal dengan
pengelola --misalnya pengelolamemperoleh keuntungan sebesar
80%-90% sedangkan pemilikmodal hanya lima atau enam persen--
atau terlepasnyatanggung jawab pemilik modal ketika pengelola
mengalamikerugian, maka cara seperti ini menyimpang dari
sistemekonomi Islam meskipun Syeh Syaltut pernah
memfatwakankebolehannya. Semoga Allah memberi rahmat dan ampunan
kepadabeliau. Maka pertanyaan apakah dibolehkan mengambil bunga bank,
sayajawab tidak boleh. Tidak halal baginya dan tidak boleh
iamengambil bunga bank, serta tidaklah memadai jika
iamenzakati harta yang ia simpan di bank. Kemudian langkah apa yang
harus kita lakukan jika menghadapikasus demikian? Jawaban saya: segala
sesuatu yang haram tidak boleh dimilikidan wajib disedekahkan
sebagaimana dikatakan para ulamamuhaqqiq (ahli tahqiq). Sedangkan
sebagian ulama yang wara'(sangat berhati-hati) berpendapat bahwa uang
itu tidak bolehdiambil meskipun untuk disedekahkan, ia harus
membiarkannyaatau membuangnya ke laut. Dengan alasan, seseorang
tidakboleh bersedekah dengan sesuatu yang jelek. Tetapi pendapatini
bertentangan dengan kaidah syar'iyyah yang melarangmenyia-nyiakan
harta dan tidak memanfaatkannya. Harta itu bolehlah diambil dan
disedekahkan kepada fakirmiskin, atau disalurkan pada proyek-proyek
kebaikan ataulainnya yang oleh si penabung dipandang bermanfaat
bagikepentingan Islam dan kaum muslimin. Karena harta haram
itu--sebagaimana saya katakan-- bukanlah milik seseorang, uangitu
bukan milik bank atau milik penabung, tetapi milikkemaslahatan
umum. Demikianlah keadaan harta yang haram, tidak ada
manfaatnyadizakati, karena zakat itu tidak dapat mensucikannya.
Yangdapat mensucikan harta ialah mengeluarkan sebagian darinyauntuk
zakat. Karena itulah Rasulullah saw. bersabda:  "Sesungguhnya Allah
tidak menerima sedekah dari hasil korupsi." (HR Muslim) Allah tidak
menerima sedekah dari harta semacam ini, karenaharta tersebut bukan
milik orang yang memegangnya tetapimilik umum yang dikorupsi. Oleh
sebab itu, janganlah seseorang mengambil bunga bankuntuk
kepentingan dirinya, dan jangan pula membiarkannyamenjadi milik
bank sehingga dimanfaatkan karena hal ini akanmemperkuat posisi bank
dalam bermuamalat secara riba. Tetapihendaklah ia mengambilnya
dan menggunakannya padajalan-jalan kebaikan. Sebagian orang
ada yang mengemukakan alasan bahwasesungguhnya seseorang yang
menyõmpan uang di bank jugamemiliki risiko kerugian jika bank
itu mengalami kerugiandan pailit, misalnya karena sebab tertentu.
Maka sayakatakan bahwa kerugian seperti itu tidak membatalkan
kaidah,walaupun si penabung mengalami kerugian akibat
darikepailitan atau kebangkrutan tersebut, karena hal
inimenyimpang dari kaidah yang telah ditetapkan.
Sebabtiap-tiap kaidah ada penyimpangannya, dan hukum-hukum
dalamsyariat Ilahi -demikian juga dalam undang-undang
buatanmanusia-- tidak boleh disandarkan kepada perkara-perkarayang
ganjil dan jarang terjadi. Semua ulama telah sepakatbahwa sesuatu
yang jarang terjadi tidak dapat dijadikansebagai sandaran hukum,
dan sesuatu yang lebih seringterjadi dihukumi sebagai hukum
keseluruhan. Oleh karenanya,kejadian tertentu tidak dapat membatalkan
kaidah kulliyyah(kaidah umum). Menurut kaidah umum, orang yang
menabung uang (di bank)dengan jalan riba hanya mendapatkan
keuntungan tanpamemiliki risiko kerugian. Apabila sekali waktu ia
mengalamikerugian, maka hal itu merupakan suatu keganjilan
ataupenyimpangan dari kondisi normal, dan keganjilan tersebuttidak
dapat dijadikan sandaran hukum. Boleh jadi saudara penanya
berkata, "Tetapi bank jugamengolah uang para nasabah, maka
mengapa saya tidak bolehmengambil keuntungannya?" Betul bahwa bank
memperdagangkan uang tersebut, tetapiapakah sang nasabah ikut
melakukan aktivitas dagang itu.Sudah tentu tidak. Kalau nasabah
bersekutu atau berkongsidengan pihak bank sejak semula, maka
akadnya adalah akadberkongsi, dan sebagai konsekuensinya nasabah
akan ikutmenanggung apabila bank mengalami kerugian. Tetapi
padakenyataannya, pada saat bank mengalami kerugian
ataubangkrut, maka para penabung menuntut dan meminta uangmereka,
dan pihak bank pun tidak mengingkarinya. Bahkankadang-kadang
pihak bank mengembalikan uang simpanantersebut dengan
pembagian yang adil (seimbang) jikaberjumlah banyak, atau
diberikannya sekaligus jika berjumlahsedikit. Bagaimanapun juga sang
nasabah tidaklah menganggap dirinyabertanggung jawab atas
kerugian itu dan tidak pula merasabersekutu dalam kerugian bank
tersebut, bahkan merekamenuntut uangnya secara utuh tanpa kurang
sedikit pun. -----------------------Fatwa-fatwa KontemporerDr. Yusuf
QardhawiGema Insani PressJln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta
12740Telp. (021) 7984391-7984392-7988593Fax. (021) 7984388ISBN
979-561-276-X

sumberhttp://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/Kontemporer/KerjaDiBank.html

0 Responses to “BUNGA BANK”

Posting Komentar

Subscription