Sabtu, 07 Mei 2011

SEJARAH IMAM MUSLIM

Imam Muslim Sejarah Singkat Imam Muslim Imam Muslim dilahirkan di
Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam
Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an
Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam
sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr,
artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di
Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi
pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun.
Seperti halnyaBaghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara
(kota kelahiran Imam Bukhari) sebagaisalah satu kota ilmu dan pusat
peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama
besar. Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang
luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari
hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya
kurang dari lima belas tahun. Beruntung,beliau dianugerahi kelebihan
berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalanbutkan periwayatan
hadits. Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan
bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan . Ketika berusia
sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli
hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai
menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari
gurunya yang salah menyenegara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin
bagi dirinya untuk mencarisilsilah dan urutan yang benar sebuah
hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak
bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits
kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan
Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran
dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin
Hanbaldan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id
bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr
bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya. Bagi
Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau
berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits.
Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Ketika
Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya
untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu,
ImamBukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits
ketimbang dirinya. Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara
Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini
kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az
Zihli. Yang lebihmenyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke
masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan
hadits-hadits Nabi SAW. Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun
kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari
Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau
lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan
lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits
yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya
tetap mengakui mereka sebagai gurunya. Imam Muslim yaC Shahih
Muslim,berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan
pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara
menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat
dalam karya Muslim tersebut bng dikenal sangat tawadhu' dan wara'
dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut
Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits padaUniversitas Damaskus,
Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim.rjumlah
4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah
hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring
dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring
hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan
prinsip-prinsip ilmujarh, dan ta'dil, yakni suatu ilmu yang digunakan
untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan
sighatat tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti
haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada
kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan
kepada kami), dan qaalaa (ia berkata). Imam Muslim menjadi orang kedua
terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan
seleksinya) setelah Imam Bukhari. "Di dunia ini orang yang benar-benar
ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya
adalah Imam Muslim," komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh.
Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang
hidup di masa Abu Quraisy. Reputasinya mengikuti gurunya Imam Bukhari
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits,
nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu
Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju'fy atau lebih dikenal
dengan nama Imam Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa
kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya
ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah
al-Qur'an. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat
berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah,syariah dan tasawwuf
dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad
ash-Shahih, atau al-Jami' ash-Shahih, selain menempati urutan kedua
setelahShahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia
Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi
kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa. Pengembaraan (rihlah)
dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting
bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220
H),Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali
bertemu dengan Qa'nabi danyang lainnya, ketika menuju kota Makkah
dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius,
barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah
lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir. Waktu yang
cukup lama dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya
ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa."Biarkan aku mencium
kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits," pintanya, ketika di
sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Disamping itu, Imam Muslim
memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana al-Bukhari
yang memiliki kehalusan budi bahasa,Imam Muslim juga memiliki
reputasi, yang kemudian populernamanya — sebagaimana disebut oleh
Adz-Dzahabi — dengan sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim
menegaskan, "Muslim adalah tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan
salah seorang pemuka (Imam)." Senada pula, ungkapan ahli hadits dan
fuqaha'besar, Imam An-Nawawi, "Para ulama sepakat atas kebesarannya,
keimanan, ketinggian martabat, kecerdasandan kepeloporannya dalam
duniahadits." Kitab Shahih Muslim Imam Muslim memiliki jumlah karya
yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah
karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya,
kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam
Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau
bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satupokok
bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba'at
dan syawahid. Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan
kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih
hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karenabeliau
meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan
menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara
al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada
setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang
shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau
menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari.
Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada
setingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai
bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul ketimbang kitabnya al-Bukhari.
Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur'ah,salah
seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah
catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian
mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena
Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yanghanya
berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits
yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim
terasa sangat populis. Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi,
kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits. Metode penghitungan ini tidak
didasarkan pada sistem isnad sebagaimana dilakukan ahli hadits, namun
beliau mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya jika didasarkan
isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda. Antara al-Bukhari dan Muslim
Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa 'Adzami dalam
bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil
keuntungan dari Shahih Bukhari,kemudian menyusun karyanya sendiri,
yang tentu saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari.
Antara al-Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan
dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki
keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan
gelar sebagai as-Shahihain. Sebenarnya para ulama berbeda pendapat
mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari.
Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul,
sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan
Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah
sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika
penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih
Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian
bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid
dalam hadits Mu'an'an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung.
Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya
kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis. Al-Bukhari mentakhrij
hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi
hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi
derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim,
lebihbanyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu
kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyakdibanding
kepada al-Bukhari. Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan
Shahih Muslim beralasan — sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar —, bahwa
Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya,
karenamenyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber di
masakehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan
dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah
alasan lainnya. Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih
shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya
keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada
keshahihan hadits dalam Shahih Muslim. Karya-karya Imam Muslim Imam
Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: 1)
Al-Asma' wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi
Juludis Siba', 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8.) At-Tamyiz, 9)
Al-Jami', 10) HaditsAmr bin Syu'aib, 11) Rijalul 'Urwah, 12)Sawalatuh
Ahmad binHanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I'lal,15) Al-Mukhadhramin, 16)
Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu'bah,
19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.
Kitab-kitab nomor 6, 20, dan 21 telah dicetak, sementara nomor 1, 11,
dan 13 masih dalam bentuk manuskrip. Sedangkan karyanya yang
monumental adalah Shahih dari judul singkatnya, yang sebenarnya
berjudul, Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas Sunan, bin-Naqli
al-'Adl 'anil 'Adl 'an Rasulillah. Wafatnya Imam Muslim Imam Muslim
wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Semoga Allah SWT
merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya
ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.

sumberhttp://alhadits.com/?page_id=26

0 Responses to “SEJARAH IMAM MUSLIM”

Posting Komentar

Subscription